Blognya Penyuluh Perikanan

Selamat Datang di Media Penyuluhan Perikanan, Media Silaturahmi Penyuluh Perikanan

Kamis, 21 September 2017

5 (Lima) Hewan Laut Ini Mati Karena Sampah Plastik Kita


Produk plastik memiliki peran yangs angat signifikan dalam kehidupan sehari-hari orang di seluruh dunia. Setidaknya Lebih dari 300 juta ton plastik dikonsumsi setiap tahun, namun pernahkah kita bayangkan seberapa besar dampak dari angka-angka tersebut.
Bagi mereka yang tinggal di wilayah pantai, dengan hanya berjalan-jalan di pantai dapat memberi tahu kepada siapa pun tentang betapa mengejutkannya kecanduan kita terhadap plastik seperti botol, kaleng, tas, tutup dan sedotan telah menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan. Di daerah lain, lebih miris lagi karena sisa-sisa bangkai hewan sering dapat diamati; Puing-puing plastik yang banyak ditelan atau menjerat masih terlihat lama setelah kematian mereka. Sayangnya, sejumlah besar polusi plastik bahkan tidak terlihat oleh mata manusia, dengan sebagian besar polusi terjadi di laut atau pada tingkat mikroskopis.

Penggunaan jutaan ton plastik berumur pendek cukup sederhana, tidak berkelanjutan dan berbahaya. Namun saat ini baru mulai terlihat konsekuensi luas dari jumlah plastik tersebut dan bagaimana hal itu mempengaruhi semua makhluk hidup. Menurut sebuah studi dari Universitas Plymouth, polusi plastik mempengaruhi setidaknya 700 spesies laut, sementara beberapa perkiraan menunjukkan bahwa setidaknya 100 juta mamalia laut terbunuh setiap tahun akibat polusi plastik.

Berikut adalah beberapa spesies laut yang paling terkena dampak polusi plastik.

1. Kura-Kura Laut
Hewan-hewan ini dalam kondisi bahaya akibat polusi plastik. Seperti banyak hewan laut lainnya, penyu menyalahgunakan sampah plastik untuk sumber makanan yang layak, terkadang menyebabkan penyumbatan pada sistem pencernaan mereka. Meskipun populasi penyu yang menurun di lautan disebabkan oleh berbagai faktor (yang sebagian besar melibatkan eksploitasi manusia), polusi plastik memainkan peran penting.
Studi terpisah dari tahun 2013 menunjukkan bahwa sekitar 50 persen penyu laut menelan plastik pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan sekarat karenanya. Studi lain tentang spesies Loggerhead menemukan bahwa 15 persen kura-kura muda yang diperiksa telah menelan sejumlah besar plastik sehingga sistem pencernaan mereka terhambat.

2. Anjing Laut dan Singa Laut
Kehidupan laut bisa terjerat dalam berbagai puing laut termasuk jaring ikan, benang, dan umpan. Meski begitu, ada sejumlah anjing laut dan singa laut yang terjerat dalam kantong plastik atau pita pengepakan plastik yang menyebabkan luka dan kematian.

3. Burung Laut
Polusi plastik menyebabkan kematian jutaan spesies burung laut setiap tahunnya. Diperdebatkan lebih dari burung lain, burung elang Laysan telah sangat terpengaruh oleh puing-puing plastik melalui teknik berburu mereka. Ketika burung elang melintasi menyelam ke laut untuk menangkap ikan, cumi-cumi atau makanan lain, mereka menggunakan paruhnya untuk meluncur ke permukaan, memunguti plastik di sepanjang jalan.
Mengejutkan, sekitar 98 persen elang laut yang diteliti ditemukan telah memakan beberapa jenis puing plastik. Begitu plastik telah tertelan, hal itu menyebabkan penyumbatan di saluran pencernaan dan bisa menusuk organ dalam.

4. Ikan
Ikan, bersama dengan hampir semua mamalia laut yang membawa air melalui insangnya, semakin berisiko mengalami puing plastik mikroskopik. Sebuah penelitian yang dilakukan di University of Exeter Inggris menunjukkan bahwa puing-puing laut mikroskopis bisa memakan waktu hingga enam kali lebih lama agar hewan tersebut melepaskan diri dari perbandingan dengan menelan sampah secara lisan.
Tentu saja polusi plastik sangat mempengaruhi spesies ikan, namun tidak seperti hewan lainnya, inilah salah satu hewan yang juga biasa dimakan manusia. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa manusia ikan terus mengkonsumsi pada satu waktu atau beberapa mikrofiber plastik yang tertelan.

5. Paus dan Lumba-Lumba
Seperti mamalia laut lainnya, paus sering menyalahgunakan puing-puing laut untuk sumber makanan potensial. Pada beberapa spesies, mirip dengan elang laut, mulut paus begitu besar sehingga tanpa sadar mengambil puing-puing plastik (teknik yang diamati pada paus baleen). Necropsies dilakukan setelah banyak ikan paus melihat adanya peningkatan jumlah puing-puing plastik yang ditemukan.
Sebuah studi juga menemukan bahwa ratusan spesies cetacea telah terkena dampak negatif oleh polusi plastik dalam dua dekade terakhir. Hambatan sering menusuk dan merobek lapisan perut, menyebabkan kelaparan dan kematian. Menurut Buletin Polusi Laut, cetacea menelan puing-puing plastik setinggi 31 persen, dan pada gilirannya, 22 persen dari cetacea tersebut berisiko tinggi mengalami kematian.

Sumber :
http://www.onegreenplanet.org/animalsandnature/marine-animals-are-dying-because-of-our-plastic-trash/

Kamis, 14 September 2017

MEWASPADAI WABAH TILAPIA LAKE VIRUS (TiLV)


Tilapia Lake Virus (TiLV) pertama kali teramati di Israel pada tahun 2009. Empat tahun sebelumnya, pembudidaya setempat mampu memanen sekitar 300 ton Ikan Nila, tapi di tahun dimana wabah tersebut menyerang, hanya 8 ton yang dihasilkan. Saat itu tidak ada yang tahu penyebab kematian massal ini. Sampai akhirnya penyakit yang sama muncul di perikanan Ekuador, Mesir, Kolombia, dan Thailand, peneliti mulai mengarahkan perhatian pada virus yang sebelumnya belum pernah ada ini.
Saat ini hal terbaik adalah dengan mencegah, karena belum ada obat untuk TLV. Para peneliti sedang mengembangkan vaksin secepatnya sebelum TLV menyerang stok ikan nila dunia. KKP sendiri, melalui BKIPM (Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu), telah menerbitkan surat pemberitahuan untuk waspada nila dari negara terjangkit dengan menolak impor nila dan melakukan pengecekan laboratorium pada nila impor yang telah masuk. Jangan sampai nila pembawa penyakit masuk ke dalam media budidaya dan menyebarkan wabah yang mengakibatkan banyak kerugian. Bukan hanya menolak ikan dari negara terkena wabah,  importasi ikan Nila dari negara bukan wabah juga ditingkatkan pengawasannya sampai level maksimum.

Penyebab:
Wabah ini disebabkan oleh Orthomyxo-like virus. Virus ini menyerang pada ikan jenis tilapia (nila dan mujair). Sasaran yang menjadi target dari virus ini adalah ikan-ikan budidaya maupun ikan-ikan liar. Akibat yang ditimbulkan dari serangan wabah ini adalah terjadinya kerusakan otak, mata, hati, dan kerusakan system saraf ikan.

Media penularan:
Setidaknya ada 2 (dua) media yang dapat menyebabkan terjadinya penularan wabah ini, yakni : (1) air yang sudah terkontaminasi virus TiLV, dan (2) kontak antar ikan yang sudah terjangkit.

Gejala Klinis:
Beberapa gejala yang dapat diamati pada ikan yang telah terinfeksi virus ini antara lain :
  • Seluruh atau sebagian besar tubuh ikan terlihat berwarna hitam;
  • Kulit mengalami erosi;
  • Kornea mata berkabut (katarak) serta menyusut dan cekung;
  • Bola mata membengkak: dan
  • Anatomi rongga mulut terlihat membengkak.

Dampak :
  • Ikan hanya bertahan 4 – 7 hari setelah terinfeksi;
  • Kematian massal ikan mencapai 80-100%; dan
  • Ukuran fingerling (tokolan) adalah ukuran yang paling rentan terjangkit.

Langkah Pencegahan :
  • Larangan Impor induk, calon benih, dan benih ikan dari Negara terjangkit TiLV;
  • Pembatasan impor induk, calon induk, dan benih dari Negara tidfsak terjangkit TiLV;
  • Gunakan benih ikan bersertifikat bebas TiLV;
  • Batasi lalu lintas Ikan Nila antar area;
  • Penerapan biosecurity dan sanitar unit pembenihan dan unit budidaya;
  • Lakukan surrveilan dan monitoring penyakit TiLV;
  • Batasi sementara penebaran benih Ikan Nila di perairan umum;
  • Menjaga padat penebaran dan kelayakan kualitas air; dan
  • Tingkatkan kewaspadaan dan kepedulian antar pembudidaya.


Sumber :
http://djpb.kkp.go.id/index.php/photo/c/130/INFOGRAFIS-TILAPIA-LAKE-VIRUS/
http://efishery.com/efishery-university/siar/tilapia-lake-virus-apa-dan-bagaimana/
http://www.catatandokterikan.com/2016/05/tilapia-lake-virus-tilv.html