Blognya Penyuluh Perikanan

Selamat Datang di Media Penyuluhan Perikanan, Media Silaturahmi Penyuluh Perikanan

Kamis, 21 Mei 2015

TEKNOLOGI PRODUKSI MAGGOT

Lalat Tentara
Tepung ikan merupakan salah satu sumber protein yang penting dalam formulasi pakan ikan.  Produksi tepung ikan di dunia saat ini berada pada fase stagnan yaitu kurang lebih 6,1 juta ton pertahun semenjak tahun 90-an.  Indonesia mengimport tepung dan minyak ikan lebih dari USD 200 juta pertahun.  Hal ini menjadi poin khusus dalam akuakultur terutama di Indonesia yaitu upaya mencari pengganti tepung ikan sebagai sumber protein pakan.  Fish Meal Replacement Research Program, merupakan topic penelitian yang sangat penting saat ini.  Salah satu pengganti tepung ikan telah ditemukan oleh Tim IRD (Lembaga Penelitian Perancis untuk pembangunan) dan BPPBIH (Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias) yaitu larva serangga Black Soldier Fly (Hermetia Illucens, Stratimydae, Diptera) yang lebih dikenal dengan istilah manggot.  Kandungan protein dan lemak manggot adalah 50 % dan 25 %.

Siklus Hidup Lalat Tentara
Produksi manggot sinergi dengan program “zero waste” karena organism ini dapat mencerna berbagai jenis sampah organic, salah satunya adalah bungkil kelapa sawit atau Palm Kernel Meal (PKM).  PKM merupakan by product (buangan) dari pabrik kelapa sawit.  Serangga ini tersebar secara luas di seluruh dunia dan belum pernah terdeteksi sebagai agen penyakit.  Soldier fly mengalami 4 stadia perkembangan yaitu :
  1. telur     : berwarna kekuningan dan dapat ditemukan di celah-celah atau tumpukan substrat. 
  2. larva        : mempunyai 20-25 instar dalam perkembangannya, dengan ukuran mencapai 2 cm, aktif memakan makanan yang busuk. 
  3. pupa         : bermigrasi ke tempat yang lebih lembab .
  4. dewasa     : meletakkan telurnya di dekat sumber makanan larva.

Teknologi Produksi Maggot
  1. Masukkan 3 kg PKM yang telah halus ke dalam tong, kemudian tambahkan 6 liter air, aduk hingga rata.
  2. Tutup bagian atas medium dengan daun pisang.
  3. Tutup tong dengan kawat untuk menghindari pemengsa, seperti : tikus dan burung.
  4. Tempatkan bambu yang telah dibelah di bagian atas kawat untuk sirkulasi udara dalam tong.
  5. Tutup tong dengan plastik terpal untuk melindungi media dari hujan dan evaporasi (penguapan) yang menyebabkan media kering.
  6. Setelah dua minggu pindahkan media kultur ke dalam fiber yang ditutup dengan kain sehingga lalat tentara tidak bisa meletakkan telurnya lagi di media tersebut.
  7. Maggot akan mencapai ukuran yang sama setelah 2 minggu.  Selanjutnya bisa dilakukan pemanenan.
    Panen dilakukan dengan cara mencuci medium kultur di air mengalir.
  8. Maggot yang telah bersih siap diberikan kepada ikan sebagai pakan atau disimpan dalam freezer untuk penyimpanan.
Alur Proses Peoduksi Maggot
Sumber : Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya ikan Hias

Rabu, 15 April 2015

PEMIJAHAN DAN PEMELIHARAAN CORYDORAS

Corydoras sp. merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang sangat dikenal dikalangan para hobiis. Ikan ini termasuk dalam family Collichthyidae, kelas Siluridae dan genus Corydoras. Diketahui ikan yang berasal dari Amerika Selatan ini memiliki banyak spesies yang mencapai 120 spesies. Catfish kecil nan unik ini memiliki ukuran yang umumnya maksimum 7,5 cm. jenis ini mempunyai dua baris sisik keras. Bentuk badannya kompak agak pipih ke samping dengan mulut menghadap ke bawah. Biasanya hidup merayap didasar pada suhu 24 – 28 derajat celcius (tergantung jenis spesiesnya), pH 7,0 – 7,5 dan hardness sekitar 100 dH.

Pemijahan dan Pemeliharaan Larva Corydoras
Proses Pemijahan Corydoras
Ikan ini biasanya dipijahkan secara masal dalam bak atau akuarium dengan perbandingan jantan dan betina 1:3 atau 1:4. Untuk membedakan jantan dan betina agak susah, namun bila sudah matang gonas betinanya gendut karena mengandung telur, sementara jantannya lebih langsing. Waktu memijah/bertelur antara jam 05.00 – 07.00 pagi. Sebelum memijah induk jantan dan betina yang sudah matang gonad akan berenang bergandengan mencari tempat tempat untuk meletakkan telur (substrat). Substrat biasanya berupa potongan pralon, daun atau objek lain bahkan dinding akuarium dapat dijadikan sebagai substrat. Substrat umumnya akan dibersihkan terlebih dahulu permukaannya dengan menggunakan mulut pasangan yang memijah. Sebelum ovulasi terjadi, induk betina akan menempatkan mulutnya dilubang genital jantan dan dikenal dengan pisisi “T” dan sperma akan dihisapnya.

Telur yang keluar sebanyak 2-5 butir yang akan ditempatkan di “kantong” yang dibentuk oleh pasangan sirip perut yang dibengkokan. Setelah itu baru induk betina membawanya ke tempat obyek yang sudah dibersihkan dan diletakkan disitu. Induk jantan akan selalu menunggu dibelakang betina untuk proses ulang sampai semua telur terovulasi yaitu sebanyak 50-200 butir dalam sekali pemijahan.

Telur corydoras amat melekat, sehingga pemindahan ke tempat penetasan bersama dengan sarangnya. Telur ini akan menetas dalam waktu 72 jam atau 3 hari, dan akan berenang mencari makan setelah 5-6 hari.
Pakan larva berupa kutu air atau naupli artemia. Setelah itu dapat dilanjutkan dengan pakan cacing sutera atau pellet. Dua bulan pemeiharaan Corydoras sudah berukuran antara 2,0 – 2,5 cm dan siap untuk dijual ke eksportir.

Sumber : Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias

Kamis, 12 Maret 2015

PEMBENIHAN IKAN BOTIA

Botia (Chromobotia macracanthus) yang dikenal dengan nama dagang Clown loach merupakan ikan asli Indonesia khususnya sungai-sungai yang ada di wilayah Sumatera Selatan dan Kalimantan. Dikalangan hobiis baik dari dalam negeri maupun luar negeri, ikan ini sangat populer sehingga ekspornya relative stabil dan cenderung meningkat. Sayangnya ikan ini termasuk salah satu jenis ikan yang sangat sulit untuk ditangkarkan yang dapat mengancam kelestariannya di alam karena penangkapan yang terus menerus.
Beberapa upaya telah dilakukan khususnya oleh Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar sejak Tahun 1995 hingga 2008. Hal ini dilakukan untuk membuka peluang untuk dapat mengekspor ikan ini dalam jumlah yang lebih besar serta menjamin kelestariannya di alam.

Pematangan Gonad Dan Pemijahan Buatan
Tempat Pematangan Induk
Induk Botia yang dapat digunakan untuk pemijahan minimum ukuran 60 gram dan akan lebih baik bila ukuran induk lebih dari 100 gram. Induk ini dapat dipelihara dalam bak kayu ataupun fiberglass. Namun demikian wadah pemeliharaan induk perlu ditutup untuk mendapatkan efek fotoperiod (sinar) pendek.
Dalam pemeliharaan induk, pakan yang digunakan berupa pellet udang dan cacing tanah.
Untuk mengetahui induk betina yang telah benar-benar matang gonad dapat dilakukan dengan cara kanulasi, dimana telur yang telah siap ovulasi ditandai dengan ukuran telur yang mencapai minimal 1,4 mm.
Penyuntikan dengan Ovaprim
Induk matang gonad distimulasi dengan suntikan “ovaprim” dengan dosis 1 ml/kg beratnya. Penyuntikan betina dilakukan sebanyak 2 kali (1/3 dan 2/3 kadar) dengan interval 6 jam. Sedangkan induk jantan hanya 1 kali saja penyuntikan. Ovulasi dan spermiasi dilakukan dengan cara “stripping” atau pengurutan perut ikan. Caranya adalah, telur ditampung dalam wadah kemudian sperma disedot dengan menggunakan spuit.sebelum dicampurkan dengan telur, sperma diencerkan 4 kali dengan menggunakan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

Penetasan Telur Dan Pemeliharaan Larva
Perkembangan Telur
Penetasaan telur dapat dilakukan dalam bak berbentuk corong yang dilengkapi dengan sirkulasi air (air mengalir). Telur akan menetas dalam waktu ± 18 jam. Setelah menetas kemudian larva dapat dipindahkan ke wadah berupa akuarium dan dapat diberi pakan alami berupa artemia setelah larva berumur 3 – 4 hari. Sedangkan pakan berupa pellet atau cacing sutera dapat diberikan setelah larva berumur 10 hari. Benih dapat dipanen setelah pemeliharaan memasuki hari ke 25 dengan ukuran benih 2,5 cm.


Sumber: Balai Riset Budidaya Ikan Hias

Senin, 09 Februari 2015

PROSES PENURUNAN MUTU PADA IKAN

Secara umum komoditas/bahan pangan mempunyai sifat mudah mengalami kerusakan/busuk (perishable), tidak terkecuali ikan. Setidaknya ada 2 (dua) alasan mengapa ikan termasuk dalam bahan pangan yang mudah busuk (perishable food) adalah : (1) Tubuh ikan mengandung protein dan air cukup tinggi, sehinggga merupakan media yg baik bagi pertumbuhan bakteri pembusuk dan bakteri mikroorganisme lain, dan (2)  Daging ikan mempunyai sedikit tenunan pengikat  (tendon) , sehingga proses pembusukan pada daging ikan lebih cepat dibandingkan dengan produk ternak atau hewan lainnya. Komposisi kimia dalam daging ikan dapat dilihat pada tabel berikut
Pada dasarnya, proses penurunan mutu / pembusukan pada ikan terjadi sesaat setelah ikan mati. Perubahan – perubahan tersebut terjadi terutama disebabkan oleh : (a) aktivitas enzim; (b) aktivitas kimiawi / adanya oksidasi lemak oleh udara; dan (c) aktivitas mikroorganisme / bakteri.
Enzim yang terdapat dalam tubuh ikan akan merombak / menguraikan organ – organ tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor) bau (odor), rupa (appearance), dan tekstur (texture). Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksidasi lemak daging ikan yang mengakibatkan munculnya bau tengik (rancid). Perubahan – perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimiawi menyebabkan komponen tubuh ikan menjadi lebih sederhana sehingga dapat memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan.
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu ikan berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling terkait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.
Perubahan - Perubahan Ikan Setelah Ikan Mati
Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar - kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari gluko protein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

Rigor Mortis
Fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan seperti ini, ikan masih dikatakan segar.

Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya fase rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali. Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang sangat banyak, sebagai akibat fase sebelumnya. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar.
Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan fase autolysis. Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter, Terratia, dan Elostridium.

Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging yang kemudian mengakibatkan ikan menjadi busuk.
Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi target serangan bakteri adalah : Seluruh permukaan tubuh, Isi perut, dan Insang.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Mutu Ikan
Cara Penangkapan
Ikan yang ditangkap dengan alat trawl, pole, line, dan sebaginya akan lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan yang ditangkap menggunakan gill-net dan long-line. Hal ini dikarenakan pada alat-alat yang pertama, ikan yang tertangkap segera ditarik di atas dek, sedangkan pada alat-alat yang kedua ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan terendam agak lama di dalam air. Kondisi ini menyebabkan keadaan ikan sudah tidak segar sewaktu dinaikkan ke atas dek.

Reaksi Ikan Menghadapi Kematian
Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, contoh tongkol, tenggiri, cucut, dan lain-lain, biasanya meronta keras bila terkena alat tangkap. Akibatnya banyak kehilangan tenaga, cepat mati, rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir. Kondisi ini menyebabkan ikan cepat membusuk.
Berbeda dengan ikan bawal, ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap alat tangkap, bahkan kadang-kadang ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Jadi masih mempunyai banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan lama memasuki rigor mortis dan lama pula dalam kondisi ini. Hal ini menyebabkan pembusukan berlangsung lambat.

Jenis dan Ukuran Ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, karena perbedaan komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari pada ikan yang lebih besar.

Keadaan Fisik Sebelum Mati
Ikan dengan kondisi fisik lemah, misal ikan yang sakit, lapar atau habis bertelur lebih cepat membusuk.

Keadaan Cuaca
Keadaan udara yang panas berawan atau hujan, laut yang banyak bergelombang, mempercepat pembusukan.
Penurunan mutu ikan juga dapat terjadi oleh pengaruh fisik. Misal kerusakan oleh alat tangkap waktu ikan berada di dek, di atas kapal dan selama ikan disimpan di palka. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini disebabkan karena penanganan yang kurang baik. Sehingga menyebabkan luka-luka pada badan ikan dan ikan menjadi lembek.

Sumber : Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta

Kamis, 22 Januari 2015

Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan, MENGAPA DIBATASI?

Baru-baru ini Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan aturan tentang penangkapan dari tiga spesies perikanan penting, yakni Lobster (Panurilus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.). Aturan ini ditetapkan dalam bentuk Peraturan Menteri Nomor 1/PERMEN-KP/2015 dan berisi ketentuan penangkapan mulai dari spesies, kondisi, dan ukuran tertentu."

Adanya peraturan ini tentunya menimbulkan keresahan khususnya bagi mereka para pengusaha ataupun nelayan yang bergerak di 3 komoditas tersebut. Dalam pasal 2 dan pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur. Pada pasal berikutnya menyebutkan bahwa penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp. ) dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.)dapat dilakukan dengan ukuran :
  1. Lobster (Panulirus spp.) dengan ukuran panjang karapas lebih dari 8 cm.
  2. Kepiting (Scylla spp.) dengan ukuran lebar karapas  lebih dari 15 cm.
  3. Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dengan ukuran lebar karapas lebih dari 10 cm.
Keberadaan aturan ini khususnya pasal-pasal tersebut disinyalir akan membatasi ruang gerak pengusaha ataupun nelayan yang akan berakibat pada menurunnya penghasilan mereka. Namun demikian, sebaiknya kita mencermati apa yang melatar belakangi terbitnya peraturan ini. Menurut Kepala Badan Litbang KP Achmad Poernomo, yang menjadi dasar adanya pelarangan ini adalah di beberapa daerah ketiga jenis ini hasil tangkapnya memang semakin menurun ukurannya. Dengan semakin menurun memperlihatkan bahwa hasil tangkapnya masih terlalu muda. Artinya belum saatnya untuk ditangkap.

Sebagaimana yang diatur dalam peraturan ini adalah pelarangan pengangkapan ketiga komoditas tersebut dalam kondisi bertelur. Ternyata secara ilmiah, ukuran Lobster dapat ditangkap dengan minimal panjang karapas 8 cm, Kepiting minimal lebar karapas 15 cm, dan Rajungan minimal lebar karapas 10 cm. Kelompok komoditas ketiga spesies ini memerlukan waktu tertentu untuk memiliki generasi yang baru. Misalnya lobster perlu 7-8 bulan menjadi dewasa. Apabila tidak diberi kesempatan untuk menjadi besar atau masih kecil sudah ditangkap maka dikhawatirkan stoknya akan semakin berkurang. Oleh karena itu perlu ada upaya untuk membatasi penangkapan ketiga komoditas tersebut untuk memberikan kesempatan memijah sebelum ditangkap sehingga nelayan pun mampu memanfaatkan keberadaannya secara berkesinambungan.

Dengan kata lain peraturan ini dibutuhkan dalan rangka menjaga populasi dari ketiga spesias tersebut yang mana tekanan dari eksploitasi terhadap dari 3 jenis ini dirasa sudah meningkat. Adapun penerapan peraturan ini akan dilakukan secara bertahap sebagaimna dicantumkan dalam Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 18/MEN-KP/I/2015.


MARI KITA LESTARIKAN SUMBER DAYA IKAN KITA!!!

Sumber: http://kkp.go.id/index.php/berita/tiga-spesies-ini-dibatasi-penangkapannya/